Selasa, 08 Mei 2012


Gaya - gaya Kepemimpinan 


Berbagai ahli berpendapat bahwa seseorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya memimpin suatu organisasi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaannya terletak pada gaya seorang pemimpin yang biasanya disebut Gaya Kepemimpinan. Gaya Kepemimpinan adalah sekumpulan cirri yang digunakan pimpinan dalam mempengaruhi bawahannya agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.

Selanjutnya gaya kepemimpinan terbagi dalam tiga pola dasar yaitu:


1. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan yang demokratis ditandai oleh adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.


2. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan otoriter menggunakan pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan struktur, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi. Akan tetapi Kepemimpinan Otoriter yang memiliki pemimpin yang baik hati nurani nya, belum tentu hasil outputnya lebih buruk daripada Kepemimpinan Demokratis yang memiliki Pemimpin yang tidak memiliki kapasitas. Contohnya: Korea utara dengan otoriternya mampu berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir.


3. Gaya Kepemimpinan Bebas

Kepemimpinan yang bebas memberikan kekuasaan penuh pada bawahan, struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifat pasif. Peran utama pimpinan adalah menyediakan materi pendukung dan berpartisipasi jika dimintai bawahan.

Sumber : http://rizaaditya.com/gaya-kepemimpinan.html
Daur Hidup Organisasi

Daur Hidup Organisasi Sosial 

Tahap I. Pancaran (Orientasi)

Organisasi yang memiliki pandangan dan sikap yang samaberkumpul memecahkan masalah.
Bermimpi Indah
Sikap mengorbankan apa saja
Ancaman         : gagasan berguguran
Perlu                : tindakan nyata

Tahap II. Bayi

Organisasi mulailahir dan dibentuk
Semangat, dedikasi dan produksi tinggi
Belum ada kesiapan dana yang memadai
Ancaman         : mati usia dini
Perlu                : kegiatan

Tahap III. Kanak-kanak

Kesibukan dan semangat luar biasa
Anggaran dana mulai jelas
Ancaman         : pendiri organisasi mulai was-was
Perlu    : badan Pelaksana

Tahap IV. Remaja

Kegiatan mulai banyak
Aturan cara kerja disusun dan diorganisasikan (administrasi)
Prosedur dan mekanisme kerja mulai rapi dan teratur
Ancaman         : Pengunduran diri karena kebebasan dan kreasi dikekang
Perlu                : Pompa semangat bersama mendirikan organisasi

Tahap V. Dewasa

Mapan
Administrasinya semakin jelas dan teratur
Efisiensi
Menikmati hasil kerja (senang)
Ancaman         : konflik kepantingan
Perlu                : Disentralisasi reorganisasi

Tahap VI. Matang

Tercapai tujuan
Kondisi kegiatan semakin baik
Administrasi benar-benar efisien
Ancaman         : rutinitas melemahkan kreativitas, gagasan
Perlu                : suntikan dari luar

Tahap VII. Aristokrasi

Muncul sikap apatis
Gagasan nyaris hilang
Produktivitas kerja menurun
Tujuan dan rencana pengulangan
Ancaman         : membayangkan dan membanggakan masa-masa jaya
Perlu                : pengubahan dari luar

Tahap VIII. Birokrasi Awal

Kekakuan birokrasi
Suasana menjadi smakin resmi
Produktivitas, semangat, dan kretivitas menjadi rapuh
Ancaman         : kejenuhan merajalela
Perlu                : sinergisasi

Hambatan - hambatan dalam Komunikasi


Hambatan Fisik dalam Komunikasi

Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran (tuna rungu), tuna netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikator maupun komunikan harus saling berkomunikasi secara maksimal. Bantuan panca indera juga berperan penting dalam komunikasi ini.

Contoh: Apabila terdapat seorang perawat dengan pasien berusia lanjut. Dalam hal ini maka perawat harus bersikap lembut dan sopan tapi bukan berarti tidak pada pasien lain. Perawat harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila ia berbicara pada pasien tuna rungu. Begitu pula halnya dengan si pasien. Apabila si pasien menderita tuna wicara maka sebaiknya ia mengoptimalkan panca inderanya (misal: gerakan tangan, gerakan mulut) agar si komunikan bisa menangkap apa yang ia ucapkan. Atau si pasien tuna wicara isa membawa rekan untuk menerjemahkan pada si komunikan apa yang sebetulnya ia ucapkan.

HAMBATAN SEMANTIK DALAM PROSES KOMUNIKASI

Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata (denotatif). Jadi hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik bahasa yang digunakan oleh komunikator, maupun komunikan.

Hambatan semantik dibagi menjadi 3, diantaranya:

Salah pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat berbicara.
contoh: partisipasi menjadi partisisapi

Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya sama
Contoh: bujang (Sunda: sudah; Sumatera: anak laki-laki)

Adanya pengertian konotatif
Contoh: secara denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang berbulu, berkaki empat. Sedangkan secara konotatif, banyak orang menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan.

Jadi apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan menangkap secara konotatif maka komunikasi kita gagal.

HAMBATAN PSIKOLOGIS DALAM PROSES KOMUNIKASI

Disebut sebagai hambatan psikologis karena hambatan-hambatan tersebut merupakan unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia.

Hambatan psikologi dibagi menjadi 4 :

Perbedaan kepentingan atau interest
Kepentingan atau interst akan membuat seseorang selektif dalam menganggapi atau menghayati pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang (stimulus) yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Effendi (1981: 43) mengemukakan secara gamblang bahwa apabila kita tersesat dalam hutan dan beberapa hari tak menemui makanan sedikitpun, maka kita akan lebih memperhatikan perangsang-perangsang yang mungkin dapat dimakan daripada yang lain. Andaikata dalam situasi demikian kita dihadapkan pada pilihan antara makanan dan sekantong berlian, maka pastilah kita akan meilih makanan. Berlian baru akan diperhatikan kemudian. Lebih jauh Effendi mengemukakan, kepentingan bukan hanya mempengaruhi kita saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita.

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen. Heterogenitas itu meliputi perbedaan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan yang keseluruhannya akan menimbulkan adanya perbedaan kepentingan. Kepentingan atau interest komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi sangat ditentukan oleh manfaat atau kegunaan pesan komunikasi itu bagi dirinya. Dengan demikian, komunikan melakukan seleksi terhadap pesan yang diterimanya.

Kondisi komunikan seperti ini perlu dipahami oleh seorang komunikator. Masalahnya, apabila komunikator ingin agar pesannya dapat diterima dan dianggap penting oleh komunikan, maka komunikator harus berusaha menyusun pesannya sedemikian rupa agar menimbulkan ketertarikan dari komunikan.

Prasangka
Menurut Sears, prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai prasangka, maka sebaiknya kita bahas terlebih dahulu pengertian persepsi.

Persepsi adalah pengalaman objek pribadi, peristiwa faktor dari hambatan : personal dan situasional.

Untuk mengatasi hambatan komunikasi yang berupa prasangka pada komunikan, maka komunikator yang akan menyampaikan pesan melalui media massa sebaiknya komunikator yang netral, dalam arti ia bukan orang controversial, reputasinya baik artinya ia tidak pernah terlibat dalam suatu peristiwa yang telah membuat luka hati komunikan. Dengan kata lain komunikator itu harus acceptable. Disamping itu memiliki kredibilitas yang tinggi karena kemampuan dan keahliannya.

Stereotip
Adalah gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat negative (Gerungan,1983:169). Jadi stereotip itu terbentuk pada dirinya berdasarkan keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif.

Contoh: Orang Batak itu berwatak keras sedangkan orang Jawa itu berwatak lembut.

Seandainya dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotip tertentu pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apapun tidak dapat diterima oleh komunikan.

Motivasi
Merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu (Gerungan 1983:142).

Motif adalah sesuatu yang mendasari motivasi karena motif memberi tujuan dan arah pada tingkah laku manusia. Tanggapan seseorang terhadap pesan komunikasi pun berbeda sesuai dengan jenis motifnya.

Motif dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

Motif Tunggal
Contoh: Motif seseorang menonton acara “Seputar Indonesia” yang disiarkan RCTI adalah untuk memperoleh informasi.

Motif Bergabung
Contoh: (kasus yang sama dengan motif tunggal) tetapi bagi orang lain motif menonton televisi adalah untuk memperolh informasi sekaligus mengisi waktu luang.

Sumber : http://hayyunaafy.wordpress.com/my-document/hambatan-komunikasi/

Perbedaan Pengaruh Kekuasaan dan Wewenang


Wewenang
 merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak daripada kegiatan-kegiatan. wewenang yang ada pada diri seseorang yang bersifat formal harus didukung pula dengan wewenang yang bersifat informal, untuk mendapatkan kerjasama yang baik dengan bawahan. Disamping itu juga wewenang juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan. Wewenang berfungsi untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang ada dalam organisasi. Wewenang dapat diartikan sebagai hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.


Sedangkan Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari kekuasaan).

Kekuasaan” didefinisikan sebagai “kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan”, akan tetapi “Kewenangan” ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contohmasyarakat boleh jadi memiliki kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat memiliki kewenangan untuk memerintahkan sebuah hukuman mati.
Kekuasaan bisa berpengaruh positif atau negative tergantung yang memiliki kekuasaan tersebut. Sedangkan wewenang bila di jalankan maka lebih berpengaruh positif di karenakan wewenang terbentuk dalam sebuah aturan dan kesepakatan.

Sumber : http://kindiboy.wordpress.com/2012/03/06/perbedaan-wewenang-dan-kekuasaan/